Rabu, 09 September 2009

Andi Sulolipu Petta Pabbicara Amparita (1900-1947)


"Sejarah tidak selalu ditentukan oleh peran seseorang diukur dari berapa kali ia menembakkan senapan atau pistolnya kearah bandit-bandit Belanda"
(Penulis)

Berbicara tentang sejarah Sulawesi Selatan, terkhusus sejarah di Sidenreng Rappang, belumlah lengkap apabila tidak menyebut tokoh yang satu ini. Perannya didalam perjuangan Pra Kemerdekaan dan Pasca Kemerdekaan adalah peran yang turut memberikan warna bagi sejarah Bangsa dan Negara, terutama di wilayah Ajatappareng, Sulawesi Selatan. Keputusannya untuk menolak bekerjasama dengan penjajah belanda, melahirkan pemahaman tentang betapa arti dari suatu kebebasan sangat berbanding terbalik dengan keterkungkungan selama 300 tahun penjajahan. Sebagai seorang bangsawan tinggi dengan jabatan Pabbicara, apalagi sebagai ketua Pampawa Ade' (kepala hadat sidenreng), ia dianggap sebagai orang yang bisa memimpin masyarakatnya untuk lepas dari 'keterpenjaraan'. Ia mempunyai kewenangan untuk menegur atau mengingatkan Raja dan rakyat yang dicintainya, apabila telah keluar dari rel, berdasarkan fungsi dan tugasnya sebagai penyelenggara negara (kerajaan). Ia semata-mata hanya ingin menciptakan kesadaran bahwa perubahan akan segera terjadi, cepat atau lambat. Kemerdekaan yang dianggap Belanda sebagai sesuatu yang mustahil bagi 'bangsa bodoh dan terbelakang', dijadikan-nya bak lecutan cemeti (cambuk) untuk menyadarkan rakyat agar terlepas dari dogma sesat tersebut.

Andi Sulolipu Petta Pabbicara Amparita, yang juga biasa dipanggil Andi Abdullah, dilahirkan pada tahun 1900, dari bapak yang bernama La Pakerrangi Petta Pabbicara Sidenreng, dan ibu bernama I Tangkung Puatta Daenna, pada suatu wilayah di Kerajaan Sidenreng yang bernama perkampungan Amparita lama.

Pada tahun 1905, pasukan Belanda memasuki wilayah Aja'tappareng, yang membuat situasi menjadi mencekam dan terjadi ketegangan dimana-mana. Kegentingan itu telah dirasakan pula oleh La Sulolipu yang justru ketika itu masih kanak-kanak (5thn). Dan memang pada akhirnya hampir semua kerajaan di Sulawesi Selatan takluk oleh Belanda pada tahun 1906. Peristiwa ini adalah pengalaman hidup yang tanpa disadari bisa menjadi renungan bagi bocah La Sulolipu untuk menatap jauh kedepan.
(baca riwayat Pakerrangi)

Pada tahun 1916, ketika masih remaja, dinikahkan dengan perempuan bernama Andi Maisuri, putri dari Karaeng Cakki (Petta Haji Cakki). Petta Haji Cakki, salah seorang putera dari Mahmud Paranrengi Petta Bau Cambang. Petta Bau Cambang, bersaudara se-bapak dengan Ishaka Manggabarani Arung Matoa Wajo, karena mereka adalah putera dari Toappatunru Karaeng Beroanging, dari ibu yang berbeda. Arung Matoa Wajo adalah putera We Sompa Karaeng Tanete. Sedangkan Petta Bau Cambang adalah putera dari We Makkaratte, salah seorang puteri dari Arung Berru.

Dari pernikahan tersebut, melahirkan:

1. Andi Mappawekke, Kepala Pemerintahan Swapraja Sidenreng, menikah dengan Hj. Andi Cenceng (Hj. Puang Cenceng).
2. Hj. Andi Sennang, menikah dengan Andi Ronda Petta Pabbicara Arawa.
3. Hj. Andi Mapparola, menikah dengan Letnan. Andi Maramat, seorang pejuang bugis yang pernah bergerilya di tanah Jawa.
4. H. Andi Ismail Ismen, Arung Batu, menikah dengan Hj. Andi Bunga Pandang, adik dari H. Andi Patonangi mantan Bupati Pinrang.
5. Andi Camming, menikah dengan H. Andi Iskandar Pajujungi Arung Amparita.
6. Andi Mahmud, menikah dengan Andi Siangka.
7. Andi Bulaeng, menikah dengan Andi Cakkudu.
8. Andi Tate, menikah dengan Andi Radeng.
9. Andi Sohra, menikah dengan Drs. A.H. Baso.


Salah seorang diantara turunan-nya tersebut akan memerintah Sidenreng dengan status daerah otonomi, yakni Andi Mappawekke, Kepala Pemerintah Swapraja Sidenreng, pada tahun 50-an.

Pada tahun 1939, Andi Sulolipu menikahi Andi Hanisuh (Puang Hane), putri Andi Ahmad Petta Enrekang, dan dikaruniai seorang putra yang bernama Andi Hatta.

Andi Sulolipu memulai pendidikan dasarnya di Sekolah Rakyat (Volksschool) selama 3 tahun di Amparita. Dan lanjut pada Sekolah Gouvernement Klas 2 (Vervolgschool) di Rappang, hingga tamat sekolah tersebut pada tahun 1912. Adalah sesuatu yang lazim pada masa itu jika seorang Bumi Putera telah menamatkan pendidikannya pada sekolah belanda akan dipekerjakan sebagai Pegawai Pemerintah (Ambtenar). Dengan melalui seleksi, ia kemudian menjadi Kepala Penjara Pare-Pare (Sipir), pada tahun 1914. Pekerjaan ini dilakoni-nya hingga beberapa tahun lamanya.

Pada tahun 1917, La Pakerrangi Petta Pabbicara Sidenreng, bapak dari Andi Sulolipu, wafat di Saoraja Bolamamminasae, Arateng, Amparita Lama. Ia adalah salah seorang Pahlawan Kerajaan Sidenreng di Perang Belo (Melawan Soppeng), dan Perang melawan Belanda, pada tahun 1905. Agar tidak terjadi kekosongan, oleh La Cibu Addatuang Sidenreng XIII, Andi Sulolipu kemudian dilantik menjadi Pabbicara Amparita menggantikan La Pakerrangi pada tahun 1917. Ini didasarkan atas penilaian bahwa ia mempunyai kecakapan dan wibawa seperti bapaknya itu.

Adapun tanggung jawab yang diberikan oleh Addatuang Sidenreng, didasarkan pada fungsi dan tugasnya sebagai Penyelenggara Negara (Kerajaan), adalah pada bidang:
1. Pemerintahan dan Hukum,
2. Ketua Hadat Tinggi Sidenreng, disamping Addatuang,
3. Ketua Badan Pertimbangan Pemerintah Kerajaan Sidenreng.

KEGIATAN DI BIDANG SOSIAL & PENDIDIKAN.
Pada tahun 1930, Andi Sulolipu mendirikan satu Perkumpulan atau Yayasan dengan nama Perkumpulan Nasrulhaq. Yayasan inilah pada tahun 1931 mendirikan Sekolah Nasrulhaq I, yang berpusat di Amparita dan didirikan pula cabang2nya di Teteaji, Massepe, Allakuang dan Pangkajene. Sekolah ini dipimpin oleh seorang ulama terkenal pada masa itu bernama K.H. Muhammad Yafie (Ayah Prof K.H. Ali Yafie, mantan ketua MUI). Ini semua didasari oleh keprihatinan Andi Sulolipu terhadap jumlah sekolah yang masih sangat terbatas pada waktu itu. Sekolah yang didirikan Belanda peruntukannya sebatas pada kalangan anak2 berkulit pucat (anak belanda) dan sedikit anak dari golongan bangsawan tinggi di pemerintahan. Dengan mendirikan sekolah sendiri, ia bisa menampung anak dari berbagai kalangan dan mendatangkan guru2 yang berpaham nasionalis dan keislaman. Pada saat saat tertentu, atas perintah Andi Sulolipu, para guru secara sembunyi sembunyi mengajarkan mereka pemahaman tentang kecintaan terhadap tanah air dan bangsa (Nasionalisme).

Berselang beberapa tahun kemudian, didirikan pula Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiah yang dipimpin K.H. Zainal Abidin, seorang ulama karismatik dari Mandar. Beliau disertai dua muridnya yang merangkap sebagai pembantu2nya, yakni: Abdul Wahab dan Abdul Razak. Konon kabarnya, makam ulama besar ini sangat dikeramatkan di Kec. Pammana, Wajo.

Pada tahun 1937, Andi Sulolipu mendirikan lagi sebuah sekolah yang diberi nama Sekolah Nasrulhaq II (Tweede Nasrulhaq School) yang mata pelajarannya sama dengan H.I.S dan Schakelscholl, ditambah dengan mata pelajaran Agama Islam. Atas anjuran dan saran dari Tuan Habibie (Ayah Prof. B.J. Habibie, mantan Presiden RI), didatangkan pengajar dari Gorontalo yang masih kerabat dekat mereka, seperti: Usman Isa, Ny. Chatibi Usman Isa dan Abbas Mahmud. Seperti yang diketahui, keluarga Habibie pernah menetap dan tinggal di Massepe, 3 km sebelah selatan Amparita.
Karena sekolah ini masih membutuhkan tambahan guru agama, Andi Sulolipu kemudian mendatangkan Ustadz Abu Salim Alamsyah asal Minangkabau, dan seorang Ustadz asal Mandar yang tidak tersebutkan namanya dalam cacatan. Sekolah ini berjalan lancar selama 5 tahun, hingga pecahnya Perang Dunia II. Meski demikian, Andi Sulolipu telah mempersiapkan murid murid tersebut untuk melanjutkan pendidikannya pada sekolah MULO dan CIBA di Makassar.

Untuk mendirikan dan membangun sekolah, ditambah dengan membayar gaji para guru, dari tahun 1931 s/d 1942 (11 tahun), Andi Sulolipu telah menggadaikan sanra putta sawahnya kepada Said Sadik Alidrus, sejumlah 10 Ha (7 Ha, di Laulaweng Amparita & 3 Ha, di Labuaja Lawawoi). Ini dilakukannya dengan ikhlas tanpa mengharapkan pamrih. Semata-mata hanya ingin menyumbangkan sesuatu untuk bangsa dan tanah air yang masih mejadi bayangan di pelupuk matanya.

Beberapa anak didik dari sekolah yang didirikan Andi Sulolipu, yang kemudian sukses menjadi Kepala Pemerintahan, antara lain:

1. Andi Mappawekke, Kepala Pemerintah Swapraja Sidenreng, tahun 50-an. Puteranya sendiri.
2. Haji Andi Patonangi, mantan Bupati Pinrang, bapak Andi Aslam Patonangi, Bupati Pinrang saat ini.
3. Kol (Purn). Haji Opu Sidik, Bupati Sidrap dua periode, 1978-1988. dll.

"Sejarah akan mencatat nama beliau sebagai Pelopor Pendidikan di Sidenreng Rappang". Berkata Andi Iskandar Petta Amparita pada suatu waktu.

KEGIATAN DI BIDANG PARTAI & ORGANISASI PERJUANGAN.
Andi Sulolipu menjabat sebagai Pengurus dan Penasehat Partai Sarekat Islam (PSI) Cabang Teteaji. Pada Kongres PSI di Teteaji, ditahun 30-an, Pimpinan Pusat Haji Omar Said Tjokroaminoto datang dan berkunjung atas undangan Panitia Kongres. Kedua tokoh sempat bertemu dan melakukan perbincangan. Dalam perbincangan itu, HOS Tjokroaminoto menitipkan harapan dan pesan kepada Andi Sulolipu, agar perjuangan PSI didalam menuntut Kemerdekaan Indonesia selayaknya mendapatkan dukungan yang semakin luas di kalangan masyarakat, terutama kelompok aristokrat tinggi (Bangsawan) seperti halnya dengan Andi Sulolipu Petta Pabbicara Amparita.

Terbukti dikemudian hari, Andi Sulolipu sangat konsisten dengan sikap perjuangannya, hingga wafatnya di tahun 1947.

Pada awal bulan September 1945, Andi Sulolipu ke Makassar untuk menemui DR. Sam Ratulangi. Dimana pada saat itu beliau baru saja pulang dari Jakarta untuk menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Dalam pertemuan itu, Andi Sulolipu mengemukakan rencananya untuk mendirikan Partai Nasional Indonesia di Sidenreng Rappang, yang berpusat di Amparita (Kec. Tellu Limpoe, Sidrap, saat ini). Dengan tujuan untuk menghimpun massa rakyat didalam satu wadah organisasi demi menghindari pengaruh2 negatif dari kalangan anti republikein.

Rencana dan gagasan Andi Sulolipu itu disambut baik oleh Sam Ratulangi yang telah diberi mandat oleh Presiden Soekarno sebagai Gubernur Sulawesi. Setelah memberikan amanah dan masukan2 yang berharga kepada Andi Sulolipu, maka Sam Ratulangi memerintahkan staf pembantunya Mr. Tadjuddin Noor untuk menyertai Andi Sulolipu ke Amparita membentuk Partai Nasional Indonesia (PNI).
Dengan melalui suatu komite, tersusun pengurus partai,sbb:

Ketua Umum : Andi Sulolipu,
Ketua I : Andi Abu Bakar,
Ketua II : Callakara,
Penulis I : Andi Maramat,
Penulis II : La Pabbola
Penulis III : Andi Iskandar,
Bendahara I Adama, dan
Bendahara II : Andi Baharuddin.

Disamping pengurus harian tersebut diatas, partai ini dilengkapi pula dengan pembantu2, seperti:

1. Bidang Penerangan dan Propaganda,
2. Bidang Sosial,
3. Bidang Perhubungan,
4. Bidang Perlengkapan,
5. Bidang Perlawanan dan Pengerahan Massa, dan
6. Bidang Tata Usaha dan Pendaftaran Anggota.

Berdirinya Partai Nasional Indonesia di Amparita, Sidenreng, dalam waktu singkattelah tersebar luas di masyarakat. Maka mulailah rakyat mendatangi kantor PNI, untuk mendaftarkan diri menjadi anggota, seperti dari Maiwa Enrekang, Soppeng, Pinrang, Wajo, dll.

Pada bulan Oktober 1945, Andi Sulolipu sebagai Ketua Umum PNI, mengundang tokoh2 Pejuang Kemerdekaan Sidenreng Rappang untuk menghadiri rapat yang diadakan di Amparita, yang dihadiri oleh:

1. Andi Cammi dan Andi Nohong, dari Rappang,
2. Andi Takko, dari Tanru Tedong,
3. Andi Nemba, dari Pangkajene,
4. Andi Abdul Latif, dari Bilokka,
5. Abdul Gani Rasul, dari Massepe,
6. M. Abduh Pabbaja, dari Allakuang,
7. Kepala Laupe, dari Wette'E, Wanio.

Para pejuang ini hadir di Amparita ditemani oleh rekan2nya dalam satu rombongan.

Ada 3 (tiga) keputusan penting yang diambil dalam rapat yang dipimpin Andi Sulolipu tersebut, yakni:

1. Secara resmi & protokoler Bendera Merah Putih dinaikkan.
2. Membagi Daerah Pertahanan di Sidenreng Rappang menjadi 2 (dua) wilayah:
a. Wilayah Utara Pangkajene sampai Rappang & sekitarnya adalah Daerah Operasi B.P. GANGGAWA dibawah pimpinan Andi Cammi & Andi Nohong.
b. Wilayah Pangkajene ke Selatan sampai Bilokka & sekitarnya adalah Daerah Operasi KRIS MUDA dibawah pimpinan Yusuf Rasul & Rachman Tamma.
3. Mendukung sepenuh pengangkatan Dr.Sam Ratulangi menjadi Gubernur Sulawesi.

Setelah rapat selesai, maka seluruh peserta mengambil tempat di pekarangan RUMAH ADAT BOLA LAMPE'E untuk mengikuti Upacara Penaikan BENDERA MERAH PUTIH diiringi dengan lagu INDONESIA RAYA.

Peristiwa ini adalah peristiwa bersejarah di Sidenreng Rappang. U/kali pertama secara resmi & protokoler Sang Merah Putih dikibarkan dgn diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, disaksikan oleh para pejuang yg hadir & rakyat yg telah berkerumun memadati halaman.

Pada bulan November 1945, Andi Sulolipu mengadakan Konferensi yg diikuti oleh para Pendukung Kemerdekaan Indonesia, bertempat di Gedung Sekolah Rakyat Amparita. Hadir dlm Konferensi itu ialah tokoh2 pejuang utusan daerah Enrekang, Wajo, Soppeng, dll. Keputusan yg diambil adalah:
Menolak kembalinya penjajahan di bumi Indonesia. Serta siap menentang & melawan dgn kekuatan yg ada pada diri sendiri. Diputuskan pula bahwa pengangkatan Dr.Sam Ratulangi menjadi Gubernur adalah sah.

DIBERHENTIKAN DARI JABATAN PABBICARA.
Aktivitas Refresif yg dilakukan Andi Sulolipu didalam upaya mendukung Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tidak disetujui Pemerintah Kerajaan Sidenreng & Belanda waktu itu. Beliau sering dipanggil hanya untuk dinasehati agar ia sadar & lebih memusatkan pikiran pada tugas2 pokoknya di pemerintahan. Hal ini menimbulkan kekecewaan Andi Sulolipu terhadap beberapa rekannya sesama kaum aristokrat yg duduk di pemerintahan. Mereka lebih memilih u/melanjutkan kerjasama dgn pihak Belanda, demi mengamankan jabatan daripada ikut berjuang. Beruntung kekecewaan itu terobati oleh sikap Patriot yg ditunjukan kalangan muda yg dimotori oleh Andi Cammi & Yusuf Rasul, dkk.

Akibat sikap yg dinilai keras kepala & membangkang,
pada bulan Mei 1946, A. Sulolipu diberhentikan dari jabatannya selaku Pabbicara Amparita. Pemberhentian tsb dlm waktu singkat telah diketahui secara luas dikalangan rakyat. Hingga kawan2 seperjuangan silih berganti datang u/menyatakan simpati & keprihatinan. Ketika ditemui, A. Sulolipu mengatakan, "Sekarang ini saya adalah rakyat biasa. Kedudukan saya selaku Pabbicara telah ditanggalkan, maka oleh karena itu tibalah saatnya sekarang ini saya bersiap2 menunggu kedatangan Belanda u/menangkap saya. Itu pasti akan terjadi. Itulah resiko atas keyakinan & pendirian saya. Kalau besok atau lusa saya ditangkap Belanda, jangan harapkan saya akan kembali. Tetapi tunggulah kabar kematian saya. Saya telah ikhlas. Kepada kawan2 seperjuangan saya, agar perjuangan kita yg suci murni ini diteruskan, Insya Allah & yakinlah bahwa penjajah belanda akan segera terusir dari Negara kita ini. Tinggal menunggu waktunya".

DIPANGGIL OLEH ASSISTENT RESIDENT PARE-PARE & DIBUJUK AGAR MAU KEMBALI BEKERJA SAMA.
Pada suatu hari di bulan November 1946, Andi Sulolipu dipanggil oleh Assistent Resident Pare-Pare u/menghadap. Ia berangkat bersama dgn saudara2nya: H.A.NURDIN, H.A.ABU BAKAR, H.A.CAMBOLANG, dan putra sulungnya ANDI MAPPAWEKKE. Assistent Resident membujuk & mengatakan kepada Andi Sulolipu, "Hai, Tuan Pabbicara, bagaimanakah pendirian tuan, saya rasa lebih baik tuan Pabbicara bersedia & mau kembali bekerja sama dgn kami. Kalau bersedia kita akan bayar kembali semua gajinya & kita akan berikan pangkat yg lebih tinggi lagi". Bujuk Assistent Resident.
Mendengar kata2 bujukan itu, maka Andi Sulolipu menjawab, "Paduka tuan Assistent Resident, saya tidak bersedia lagi kembali memangku jabatan Pabbicara, saya tidak mau lagi bekerja sama dengan tuan2 Belanda. Saya sekarang bersama2 dengan rakyat mau merdeka sekalipun akan menanggung resiko yg paling berat". Mendengar jawaban tersebut maka gagallah Assistent Resident Pare-Pare u/membelokkan keyakinan & pendirian Andi Sulolipu.

Beberapa hari setelah pertemuannya dengan Assistent Resident Pare-pare, maka pada bulan itu juga, November 1946, bertepatan dengan bulan Ramadhan, jam 4 sore, beberapa orang POLISI MILITER (M.P.) Belanda dengan mengendarai sebuah Jeep datang ke Amparita u/menangkap Andi Sulolipu. Setelah melakukan menggerebekan di Rumah Adat Bola Lampe'E, dan tidak menemui yg sedang dicari, mereka kemudian mendatangi rumah Andi Sulolipu yg lainnya didekat Lapangan Sepakbola Amparita (Sekarang Madrasah DDI) yg menjadi kantor P.N.I. dan tempat yg biasa dipakai para pejuang untuk berkumpul. Polisi Militer langsung naik kerumah & disambut oleh Andi Sulolipu seraya mengatakan, "Barangkali tuan tuan M.P. ini datang kemari untuk menangkap saya, "Dan dijawab oleh M.P. Belanda, "Betul tuan, kami diperintahkan untuk menjemput tuan".
Ia kemudian menyuruh istrinya, Andi Hanisuh, memberikan beberapa pasang pakaian, sarung, sajadah, dan Kitab Suci Al-qur'an kesayangannya karangan HAJI MUHAMMAD YUNUS. Setelah pamit kepada keluarga & seluruh isi rumahnya, ia kemudian mencium anak bungsunya ANDI HATTA dengan penuh kasih & haru. Iapun turun dari rumah dan berseru kepada orang2 yg telah berkerumun di pekarangan :

"Teruskan Perjuangan Kita & Pertahankan Kemerdekaan Kita, Insya Allah, Tuhan Akan Bersama Kita!"

Pada hari itu pula M.P. Belanda singgah ke Pangkajene & menangkap Andi Nemba. Keduanya dibawa ke Pare-Pare dan ditahan disalah satu rumah tahanan. Setelah beberapa hari ditahan di Pare-pare, keduanya kemudian dibawa ke Makassar dan masuk kedalam Rumah Tahanan KISKAMPEMENT (Tangsi Kis). Disanalah mereka ditawan bersama sama dengan Pejuang pejuang yg telah terlebih dahulu ditangkap, Seperti:
ANDI ABDULLAH BAU MASSEPE, ANDI MAKKASAU, USMAN ISA, dan saudara kandungnya HAJI ANDI ABU BAKAR, dll.

Setelah beberapa bulan lamanya mereka ditawan di Makassar, mereka kemudian dipindahkan lagi ke Kariango Suppa (Pinrang). Disinilah para pejuang mendapatkan siksaan yg berat dan keji dari Pasukan Baret Merah WESTERLING. Penyiksaan yg tanpa mengindahkan hukum2 kemanusian. Namun, para Pejuang Pembela Negara itu tetap teguh & tidak berubah keyakinan dan pendiriannya.

Sejarah mencatat, inilah peristiwa terpahit yg menimbulkan trauma pada rakyat Sulawesi Selatan. Ada 40.000 jiwa yg masih menunggu pengakuan dosa atas kejahatan terhadap kemanusiaan yg dilakukan Pemerintah Kerajaan Belanda ketika masih menancapkan kuku2 penjajahan di Bumi Pertiwi. Tapi... Pengakuan itu...

Menurut kesaksian yang banyak beredar di kalangan masyarakat Sulsel, kematian indah (SYAHID) para pejuang itu, antara lain :
1. Dijejerkan dan kemudian di tembak,
2. Ditenggelamkan di laut,
3. Dikubur hidup hidup, dan
4. Diseret/ditarik dengan tali tambang oleh mobil jeep yang berlari kencang.
(Na'udzubillah)
"Pemerintah Kerajaan Belanda wajib meminta maaf 40.000 kali kepada Rakyat Sulawesi Selatan...!!! Titik!!"

Hingga akhirnya...
Andi Sulolipu mungkin mempunyai rencana besar untuk Negara yang dicintainya ini, tapi Allah telah menentukan takdir hidupnya. Pada akhirnya semua yg merasakan hidup akan mati. Demikian halnya dengan Andi Sulolipu Pabbicara Amparita. Ia kini telah terbaring diantara ribuan kawan2 seperjuangan yg telah berpulang akibat menjadi korban kekejaman. Ia mengakhiri hidupnya dengan membawa serta keyakinan & pendiriannya yg teguh, kokoh untuk tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Tidak ada yg mengetahui kapan & dimana ia ditembak, atau dimana ia dikuburkan. kalau ditenggelamkan dimana lautannya. "Ia... Hilang tak tentu rimbanya."

PENGHORMATAN ATAS JASA JASANYA KEPADA BANGSA & NEGARA.

1. Untuk menghormati perjuangan Andi Sulolipu atas jasa jasa yg telah diberikan kepada Nusa, Bangsa, dan Negara, Pemerintah telah menganugrahkan gelar kehormatan sebagai "PAHLAWAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA" Dan Pemerintah Kabupaten Sidenreng Rappang telah membangunkan sebuah MONUMEN PERJUANGAN ANDI SULOLIPU di Amparita, ditempatkan pada jalur Jalan Raya Pangkajene-Soppeng.

2. Monumen Andi Sulolipu diresmikan oleh bapak HAJI ANDI SALIPOLO PALALLOI, Bupati Kepala Daerah tingkat ll Sidenreng Rappang, pada tanggal 10 Agustus 1998, di Amparita, didampingi oleh bapak HAJI OPU SIDIK mantan Bupati Sidrap, bapak HAJI ANDI ISKANDAR PAJUJUNGI Petta/Arung Amparita & bapak HAJI USMAN BALO Ketua LVRI Kab. Sidrap. Turut hadir pula para anggota Muspida, Tokoh2 Veteran & Angkatan '45 Kab. Sidrap serta Pemuka Masyarakat di Amparita.

3. Pada malam harinya diadakan pula pengajian Al-Qur'an & tahlilan dirumah kediaman Andi Sulolipu "Rumah Adat Saoraja Bola Lampe'E" Amparita. Pada keesokan harinya, dilaksanakan pemasangan batu nisan Andi Sulolipu (secara simbolis), di pemakaman keluarga "Andi Pakerrangi Pabbicara Sidenreng"
(Kubburu' Bola Batue Amparita)

TAMAT
____________________________________

Blog ini di dedikasikan kepada Almarhum Haji Andi Iskandar Pajujungi (1926-2008)
Petta/Arung Amparita 1950 s/d 1962. (Penulis asli riwayat Andi Sulolipu)

Semua foto telah dilindungi hak cipta (terkecuali Westerling & pasukannya). Silakan di download untuk koleksi pribadi. Dilarang keras untuk mempublikasikannya. Terima kasih ...

3 komentar:

  1. MAAF SAYA MAU TANYA APAKAH LA PANGURISENG ADEATUANG SIDENRENG MEMILIKI ANAK BERNAMA KARAENGE TEMALALA MAAF BILA PENYABUTANNYA SALAH

    BalasHapus
  2. Mungkin bisa di lurus kan addaituang Sidenreng dengan addatuang...

    BalasHapus
  3. assalamualaikum, salam kenal saya syahrul dari pontianak
    keturunan ke3 dari andi nohong
    andi nohong mempunyai anak bernama mastura (nenek)dan cucu bernama sitty yulianan (mamak)
    08152051330 wa/tlfn
    semoga dipertemukan kepada seluruh keluarga dan keturunan aamiin

    BalasHapus